SULTENG – Laporan polisi 355/XII/2021/SKPT tertanggal 1 Desember 2021 yang mengundang klarifikasi Dr Nahardi sebagai saksi 31 Januari 2022 mulai dijelaskan secara runut olehnya.
Ia menilai, pemberitaan awal ada yang salah seolah dirinya yang terlapor. Padahal, yang dilaporkan Reinhard SC Situmorang adalah Steven Yohanes Kambay, Direktur Utama CV Selaras Maju. ‘’Olehnya ini merugikan nama baik kami,’’ katanya di WhatsApp ke wartawan 4 Pebruari 2022.
Ia awalnya tidak mengenal Reinhard Situmorang. Ia belakangan mengetahui dari Kabid Dishut yang mewakilinya menghadiri undangan Polda. Berikut keterangan lengkap Nahardi seperti yang diketiknya.
‘’Pelapor adalah Renhard situmorang melaporkan sdh steven pemilik IUP CV selaras maju sebagai mitra bisnis mereka sesuai Lap Pol No./LP /335 sebagaimana rujukan surat diatas, saya pribadi dan kedinasan tdk kenal apalagi ketemu R. Sitomorang, koq dalam berita saya seolah2 dilaporkan oleh R. Situmorang melakukan penipuan 2,5 M ini yg saya nilai mengarah ke pecemaran nama baik saya dan keluarga, tapi saya percaya anda jurnalis profesional menjunjung tinggi azas praduga tak bersalah tks semuax. Kami simpan dan clipping berita2x sukses buat anda mksh.’’
Belum usai polemik pemberitaan Majalah Tempo edisi hingga Pebruari 2022, kembali kotak pandora izin tambang dan izin penggunaan hutan berbunyi. Kali ini dalihnya untuk izin operasi produksi.
Juli 2020, korban dan terlapor sepakat pengurusan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) untuk lokasi Desa Lalampu Bahodopi Kabupaten Morowali untuk usaha tambang nikel.
Setahun lebih tak kunjung terbit IPPKH, Reinhard melaporkan ke Polda sebagai penipuan tanggal 1 Desember 2021. Korban mengirim dana secara bertahap hingga sebesar Rp2,5 miliar. Tak jelas korban mengirim ke rekening terlapor atau langsung ke rekening pemerintah pusat melalui SIPNBP.
Lokasi CV Selaras Maju diperkirakan seluas 572 hektare. Bila dikaitkan dengan biaya per hektare Rp3,5 juta maka semestinya yang dibayar ke negara hanya Rp2,002 miliar/tahun untuk PNBP. Sesuai LP cuan yang sudah diberikan ke telapor Rp2,5 miliar atau kelebihan Rp400 juta.
Lantas apa jawaban Nahardi ke wartawan lewat konfirmasi surat elektronik alias Surel? Undangan Polda diwakili Kepala Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan hutan Dishut sesuai undangan tertanggal 31 Januari 2022. Terlapor pada waktu yang sama menghadiri Dies Natalis tanggal itu juga di Fakultas Kehutanan Univesitas Tadulako.
Jawaban Nahardi di WhatsApp mengaku tak kenal Reinhard dan mekanisme kepengurusan tidak dapat ‘sim salabim’ Karena IPPKH sekarang diganti dengan istilah Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan dapat terbit oleh persetujuan Dirjen PKTL merujuk pada IPPKH yg sepenuhnya merupakan kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup up Direktorat Jenderal PKTL sebagaimana diatur dalam Permen LHK No. P.27/MenLHK/Setjen/Kum.1/7/2018 tanggal 13 Juli 2018 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Terkait dgn pinjam pakai kawasan hutan (PPKH), Pemerintah Daerah hanya memberikan rekomendasi berdasarkan pertimbangan teknis dan analisis status dan fungsi kawasan hutan.
Sayangnya, sampai sekarang IPPKH masih berproses di Perkembangan sampai saat ini Direktorat Jenderal Planologi sesuai surat Direktur Rencana Penggunaan dan Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan No : 1131/PKTL-ren/PPKH/Pla.0/12/2021 tanggal 30 Desember 2021 hal Tanggapan Surat Permohonan Penggunaan Kawasan Hutan Utk Kegiatan Operasi Produksi Nikel dan Sarana Penunjangnya CV Selaras Maju di Kab. Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah.
Tulis Nahardi lagi, persoalannya saat ini penangganan IPPKH atau sekarang izin Penggunaan Kawasan Hutan, atau telah dicabut yang konotasi penggunaan pinjam pakai hutan. Di lapangan ada penanganan dilakukan Ditjen Gakkum sesuai PP No 25 Tahun 2021. KLHK akan menerbitkan persetujuan penggunaan kawasan hutan.
Adapun kewajiban pemegang IPPKH adalah membayar PNBP kawasan dan PNBP. PSDH dan DR atas tegakan hutan yg ditebang, dan penyetoranx langsung ke Rek Pemerintah Pusat melalui aplikasi