PALU,trustsulteng.com -Pelepasan lahan sawit yang dikelola PT Agro Nusa Abadi (ANA) seluas 941 hektare (ha) di Kabupaten Morowali Utara (Morut), disebut tidak membawa aspirasi rakyat pemilik lahan. Bahkan diduga kuat beraroma kongkalikong. Sebab 7 desa masuk lingkar sawit PT ANA, hanya dua desa difasilitasi Gubernur Sulteng. Sehingha tujuh desa yang masuk lingkar sawit mengancam menggelar aksi besar besaran ke kantor Gubernur Sulteng.
Demikian disampaikan Iwan, Korlap warga 7 desa yang tidak dilibatkan dalam mediasi pelepasan lahan. “Warga menuntut PT ANA untuk hengkang dari Morut,” punya Iwan.
Proses pelepasan lahan yang dimediasi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) beberapa waktu lalu terbagi di 2 desa yakni Desa Bungintimbe seluas 659 ha dan Desa Bunta 282,74 ha.
Praktisi hukum Abd Razak menyatakan, pelepasan lahan itu tidak membawa kepentingan masyarakat di lingkar pekebunan sawit, yang selama ini dikuasai oleh PT ANA di Kabupaten Morut.
“Masyarakat mempertanyakan kenapa hanya di dua desa yang dilakukan pelepasan, sementara desa lain tidak,” ucap Razak dalam keterangannnya, Selasa 26 Seprember 2023.
“Karena sejatinya PT ANA tidak punya lahan. Yang ada adalah lahan masyarakat yang dicaplok PT ANA,” sambungnya.
Parahnya lagi, proses mediasi dengan pihak PT ANA pada saat pembebasan lahan yang difasilitasi tim Gubernur Sulteng itu juga tidak sepenuhnya dihadiri para pemilik lahan.
Bahkan ada yang hanya atas nama pemilik lahan, sementara yang bersangkutan bukan pemilik lahan di lokasi yang disengketakan.
Patut diduga, pelepasan lahan yang hanya dilakukan di dua desa itu karena ada kepentingan dengan perusahaan berbeda, yakni pembangunan smelter nikel.
“Hasil investigasi yang kami dapatkan, pelepasan lahan di dua desa itu karena akan dijadikan kawasan pembangunan smelter nikel. Nantinya warga yang lahannya dibebaskan itu akan diberi ganti rugi antara Rp20 ribu – Rp30 ribu per meter,” kata Razak.
Karena itu tambah Razak, pelepasan hanya dilakukan di dua desa tersebut. Sementara desa-desa yang lain kasusnya sama, yakni lahan warga yang dicaplok oleh PT ANA.
“Dugaan sementara, ada beberapa pejabat yang terlibat dalam pelepasan lahan ini, karena untuk kepentingan yang lebih besar, yakni pembangunan smelter,” sebutnya.
Senada dengan Razak, warga beberapa desa yang tidak masuk dalam pelepasan lahan tersebut juga mempertanyakan hal yang sama.
Menurut Iwan, Korlap warga 7 desa yang tidak dilibatkan dalam mediasi pelepasan lahan, warga menuntut PT ANA untuk hengkang dari Morut.
Menurut Iwan, masyarakat juga mempertanyakan tim gubernur yang memfasiliatsi mediasi pelepasan lahan.
“Kenapa cuma 2 desa yang dilakukan verifikasi dan dilakukan pelepasan lahan yakni Desa Bungintimbe dan Bunta? Padahal kasusnya sama. Kenapa ada perbedaan?” ujarnya bertanya.
Bahkan kata Iwan, masih ada lahan warga yang dicaplok PT ANA, tapi tidak masuk dalam pelepasan lahan yang dimediasi tim gubernur Sulteng itu.
“Masyarakat Bungintimbe juga banyak yang bingung, kenapa yang dibebaskan oleh PT ANA hanya 659 Ha. Sementara masih banyak lahan warga yang tidak dimasukkan dalam verifikasinya. Anehnya lagi, Kades juga tertutup dan tidak memberikan penjelasan,” kata Iwan dalam keterangnnya melalui WhatsApp, Selasa 26 September 2023.
Karena itu kata Iwan, dalam waktu dekat warga dari tujuh desa akan melakukan aksi besar-besaran untuk menuntut PT ANA agar mengembalikan lahan mereka yang telah dicaplok selama puluhan tahun.
Warga 7 desa yang di lingkar PT ANA yang lahannya dicaplok sedang mempersiapkan aksi besar-besaran yakni, Desa Bunta, Tompira, Bungintimbe, Towara, Molino, Peboa dan Towara Pantai. ***