Oleh: Yusrin L. Banna
PT. ANA, begitu sebutan ringkas perusahaan sawit yang beroperasi di Kabupaten Morowali Utara (Morut). Kurang lebih 17 tahun PT ANA bercokol, diduga tidak mengantongi izin Hak Guna Usaha (HGU). Sehingga patut diduga PT ANA melanggar Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No 5 tahun 1960, dan pasal 12 PP No 40 tahun 1960 tentang kewajiban pajak pemegang HGU berikut UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Praktisi hukum M. Fhalar Anwar, mengatakan hasil kajian analisanya terdapat celah hukum perusahaan PT. ANA. Menurutnya, kalahnya PT. ANA di Pengadilan Negeri Poso bahkan sampai tingkat kasasi dan PK di Mahkamah Agung adalah sebuah barometer Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang sudah tergolong kejahatan luar bisa (extra ordinary) dilakukan perusahaan PT. ANA.
Sehingga iapun meminta kepada aparat penegak hukum (APH) segera menindak PT ANA dengan menghentikan aktivitas perusahaan yang beroperasi sejak tahun 2006.
Ditengah polemik lahan dengan tuntutan warga mendapatkan hak haknya, tiba tiba terdengar upaya pemerintah propinsi Sulteng dan Pemda Morut, menjadi fasilitator antar PT ANA dengan warga. Sehingga sangat disayangkan motivasi pemda terhadap upaya memfasilitasi yang secara nyata PT ANA telah merugikan keuangan negara dan perekonomian negara.
Koordinator Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulteng, Noval A Saputra, mendesak Gubernur Sulteng Rusdy Mastura, menghentikan aktivitas PT ANA yang selama ini tidak pernah berkontribusi terhadap negara membayar pajak karena tidak mengantongi HGU. Keharusan memiliki izin HGU tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 05 tahun 2019 mengenai Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Pertanian.
” Kepemilikan Izin Usaha Perkebunan (IUP) budidaya tidak akan berlaku apabila kebun belum berstatus Hak Guna Usaha (HGU),” kata Noval.
Pegiat Agraria ini mengaku telah membaca Surat Edaran Gubernur Sulteng nomor 300/714/ Setdaprov tentang ketertiban dan keamanan diwilayah perkebunan sawit PT ANA pertanggal 6 desember 2023.
Pada isi surat edaran tersebut, secara garis besar meminta masyarakat petani untuk di tertibkan dan menghentikan segala aktivitasnya di areal yang di kelola oleh perusahaan sawit, sampai dengan adanya hasil kerja tim reverifikasi dan revalidasi yang tengah berjalan.
Menurutnya jika surat edaran tersebut hanya ditujukan kepada masyarakat petani, maka prinsip keadilan dan prinsip keseimbangan sama sekali tidak diterapkan, karena seyogyanya Gubernur Sulteng Rusdy Mastura juga harus memasukan point penekanan untuk menertibkan dan menghentikan aktivitas PT ANA sehingga terjadi penghormatan bagi masyarakat petani.
Disamping itu dia juga mendesak negara melalui Pemeov Sulteng untuk mencari resolusi konflik agraria struktural yang berkepanjangan di Kabupaten Morowali Utara khususnya antara petani dengan PT ANA sehingga keterlibatan Negara dapat mengarah pada keadilan agraria.
“Kalau tidak ini sungguh sebuah ketimpangan agraria yang sangat luar biasa,” tegasnya. **
dikutip media infoselebes & media.alkhairaat