Oleh H. Sofyan Farid Lembah SH. M.Hum
Hujan deras mengguyur bumi Sintuvu Maroso sejak memasuki kawasan desa Kalora yang sepi hingga mendekati pintu gerbang kota. Melewati Moengko disebelah kanannya suasana berubah hingga terlihat Mall terang benderang dengan cahaya lampu meski tak nampak banyak pengunjung malam itu. Harap maklum, Mall ini memang dibangun bukan untuk investasi meraup untung semata. Pengusaha gila saja yang membangun mall saat kota itu habis tercabik cabik konflik SARA yang berkepanjangan. Masih teringat, Puang Yusuf Kalla saat meresmikan Mall tersebut menyatakan bahwa sarana ini dibangun sebagai tanda, sebagai pesan bahwa kota Poso sudah aman dan ekonomi sudah pulih kembali.
Jadi jelas, bila pengusaha Mall merugi itu sudah memang resiko. Diplomasi ala Kallanomic atau apa sebutan lain yang lebih tepat itu jadi design adaptif penanganan pasca konflik. Yang jelas, Poso punya mall. Hanya kota Palu ibukota Provinsi Sulteng yang bisa menyamainya. Kabupaten lain tisak.
Waktu berjalan, bupatipun berganti dari Muin Pusadan hingga Darmin Sigilipu yang menggantikan Piet Inkiriwang. Dalam proses itu, terbangun lagi satu mall yang berbeda jauh dengan mall sebelumnya. Mall ini bukan sebagai pusat sarana perbelanjaan masyarakat dan juga bukan pusat hiburan. Tak ada bioskop Twenty One. Tak ada gedung bermandikan cahaya terang. Akan tetapi mall ini dibangun sebagai pintu gerbang investasi kabupaten Poso. Namanya adalah Mall Pelayanan Publik atau dikenal sebagai Mall PTSP. Disana dikelola manajemen perijinan yang diharapkan memberi kemudahan siapa saja yang ingin berinvestasi dan mengadu nasib berusaha lewat pelayanan satu atap. Ada sejuta harapan dititipkan di Mall itu oleh penggagasnya. Salah satunya adalah tidak lagi diperhadapkan berbelit belitnya pengurusan perijinan yang juga jauh dari tindak maladministrasi dan tindak korupsi. Sekali lagi, masyarakat Poso boleh berbangga. Mall ini tidak dipunyai oleh kabupaten lain, bahkan kota Palu sekalipun. Lawannya adalah Mall Pelayanan Publik milik Pemerintah Provinsi di jalan Teuku Cik di Tiro samping warung Coto Makassar yang sedang viral.
Kepemilikan 2 Mall ini memang unik. Bagaimana bisa kabupaten yg masih setengah pulih pasca Konflik bisa membuat semua itu?
Rahasianya ada dihati dan visi masyarakat dan pemimpinnya. Mereka masih memegang teguh yang namanya Kita Sei Sakompo. Itu bahasa sederhananya adalah Cinta. Cinta yang diwujudkan masyarakat Poso yang kembali membangun kerukunan dan kasih sayang antar multi etnis dan multi agama pasca konflik. Petani tetap menanam Nilam, Nelayan tetap melaut, Pasar tradisional tetap ramai dengan transaksi jual beli, terutama penjual ikan Fufu cakalang yang legend itu. Jangankan manusia, belut atau sidat tetap kembali ke danau Poso setelah perjalanan panjang selama hidupnya di teluk Tomini untuk berkembang biak. Itu semua demi cinta pada kabupaten ini. The Struggle for live.
Alkisah seorang putri dari trah Inkiriwang, Verna Gladis setelah 2 periode menjadi wakil rakyat di DPR RI kembali datang dan dipilih menjadi bupati termuda bersama anak muda Yasin dari trah Mangun, Kabosenya Lawanga. Terpilihnya Verna mengingatkan saya soal 3 Pemimpin Perempuan di Sulteng yang pernah tercatat dalam sejarah pada buku The Woman in Power 1800-1900 yang direvisi oleh J.Johnson Lewis sebagai perempuan kuat dizamannya, yakni RoE Magau Tojo, Magau Yahasia Labulembah di Sigi dan Magau Sigi,Nto Dei adik Karanja Lembah. Verna di era pemerintahan milenial kembali membuka lembaran sejarah baru sebagai Perempuan pertama menjadi Kepala Daerah di Sulawesi Tengah. Putri Poso bukan putri dari kabupaten lainnya. Usai sudah kontestasi pemilihan kepala daerah.
Harapan kini ada di pundak duet mereka. Program Desa Maju menggulir mencoba mensejahterakan masyarakat seklgs menuju pada pemerintahan yang efektif . Tentunya kita semua menunggu, inovasi pembangunan dan legacy yang mereka tinggalkan.
Bila di kepolisian kita pernah mendengar orang orang hebat dari Poso seperti Bahroddin Haiti, Aridono juga Tito Karnavian yang menjadi bintang bertebaran di Indonesia maka tentu Perempuan trah Inkiriwang ini kelak bisa menjadi kebanggaan bukan hanya bagi kabupaten Poso tapi bagi masyarakat Indonesia umumnya.
Optimisme yang sama ketika Wongso Lembah Talasa ikut mewarnai pendirian kabupaten dan juga doa para santri di Ponpes Modern Gontor di Poso Pesisir yang selalu menjaga keberkahan bumi pemilik dua Mall ini.
Saya bangga pernah menjadi Deklarator Malino dan kini sedikit membantu lewat tangan sebagai Ombudsman untuk Poso tercintaku.
Editor Yusrin L. Banna