Oleh: H. Sofyan Farid Lembah SH. M.Hum
Melintasi kembali pegunungan Verbeek dari poros jalan Kebun Kopi menuju Toli Toli lewat jalur Pantai Timur menanjak ke poros jalan di Cagar Alam Tinombala sungguh mengasyikkan. Tak perlu saya ungkapkan perbedaan kualitas jalan Negara dengan jalan Provinsi yang terpenting selama melintas anda akan disuguhi pemandangan alam dan satwa luar biasa. meski saat di CA Gunung Tinombala yang angker itu masih terlihat aktivitas illegal loging kayu merah yang ditumpuk di pinggir kanan jalan antara ruas 14 jembatan dipenurunan arah pertigaan Basidondo.
Sayang panorama alam yang indah mempesona ini tak mustahil beberapa tahun ke depan sulit bisa kita lihat lagi. Apa sebab? Sesungguhnya bukan rahasia umum lagi, bahwa kawasan pegunungan Verbeek itu kaya kandungan mineral utamanya emas. Tambang ilegal di Kayuboko dan Buranga adalah salah satu contoh dan juga segera dilounching pertambangan di Toribulu, Kasimbar hingga Posona. Semuanya dalam kawasan pegunungan Verbeek termasuk CA Tinombala itu sendiri besar kemungkinan berpotensi kandungan emas sama.
Saya membayangkan kolaborasi pengelolaan tambang emas dari pengusaha, masyarakat, oknum kepolisian dan oknum aparat pemerintahan bakal menyikat habis SDA yang ada mulai dari babat hutan, bongkar tanah, tanam mercury dan sianida sampai jual beli tanah berdasar Surat Keterangan Pemilikan Tanah (SKPT) dan lainnya. Semua beralasan investasi dan pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Padahal sesungguhnya kolaborasi itu sedang mempertontonkan Drama Korea (drakor) yakni modus pengelolaan tambang emas tanpa ijin atau lazim disebut PETI.
Ini maladministrasi..! Bahkan perampokkan berjamaah.. Pemerintah lalai dan bertindak melawan hukum. Sumber daya alam berupa Emas ditambang tanpa melalui mekanisme perijinan dan dilakukannya pembiaran. Bahkan Pemerintah tak melaksanakan kewajibannya untuk lakukan pengawasan.
PETI di Dongi Dongi Taman Nasional Lore Lindu dan PETI di Poboya adalah contoh sejelas jelasnya. Tambang Rakyat? Inipun masih abu abu. Yang jelas mekanisme perijinan tidak dijalankan untuk memberi sebuah legalisasi atas usaha tambang yang ada.
Saya sepakat bila Undang Undang Minerba memang kurang menguntungkan bagi Daerah. Boleh dikatakan ada ketimpangan bagi hasil untuk Daerah penghasil seperti Sulawesi Tengah yang kaya akan tambang mineral Emas ini. Tapi sepatutnya bila seluruh pihak utama Pemerintah Daerah mau mendorong pelaku usaha tambang Emas untuk menyelesaikan urusan ijin tambang beserta kewajiban lain yang melekat pada ijin usaha tambang maka semua tuntutan atau Hak Daerah bisa dipenuhi. Apa susahnya mengurus ijin? UU Omnibuslaw dan UU Minerba sudah demikian liberalnya. Mengapa kita membiarkan para Perampok itu?
Banyak keuntungan bila Perijinan ditegaskan. Mulai penagihan bagi hasil pendapatan Pusat dan Daerah yang lebih proporsional, perbaikan lingkungan lewat mekanisme reklamasi, pengawasan atas dampak lingkungan termasuk pemenuhan hak masyarakat atas dampak tambang dan lain lain.
Terpenuhinya mekanisme perijinan juga berharap berkah atas usaha tambang. Seluruh pendapatan benar-benar mengalir ke kas daerah bukan ke kantong kantong oknum pejabat berupa rente. Praktek erzats capitalism bisa kita hapuskan. Bila pendapatan daerah ini sehat dari sektor tambang maka impactnya bakal terlihat semakin berkualitasnya pelayanan publik di daerah tercinta ini. Saya berharap banyak pada bung Asgar Djuhaepa, Dirut PT. Pembangunan Sulteng, membenahi soal ini. Beliau bahkan ditemani dinda Ridha Saleh juga ada Agus Faisal sang Pengacara Rakyat. Mereka kini masuk dalam lingkaran kekuasaan di Provinsi.
Wadooh, mohon maaf saking asyiknya menghayal dalam perjalanan, kendaraan tidak berbelok ke kiri ke arah Mepanga, tapi terus melaju ke arah Ongka Malino. Baru tersadar kami sudah melintas gunung Sigenti masuk ke Bolano. Jauuh. Subhanallah, terpaksa putar balik kembali masuk Mepanga naik ke poros jalan Cagar Budaya Gunung Tinombala untuk sampai Ke Toli Toli. Menghayal melawan Penambangan Emas Tanpa Ijin tak boleh sambil berkendaraan bung.!! Itu Maladministrasi..!!
Editor; Yusrin L. Banna