Oleh H. Farid Lembah
Pagi cerah di hari Minggu 19 September 2021, tanpa sengaja dua Om bisa bertemu menikmati Kopi pahit di sentrum Warkop kota Palu. Lama tak berjumpa bukan berarti sosok haji Ayuba Lasira lupa atau “nikalingasi” wajah sahabat sekaligus muridnya, Ombudsman. Beliau menyapa dengan kode lambaian memanggil untuk bergabung bersama duduk satu meja. Usia kini mencapai lebih 91 tahun dengan ingatan luar biasa serta tatapan tajam serta senyum ramah penuh makna. Om Kota demikian pangilan akrabnya. Bukan orang Palu bila tak mengenal tokoh ini. Beliau bukan hanya seorang pensiunan pegawai RRI Palu adalah Ikon kota Palu yang selalu hadir mengisi ruang informasi publik setiap jam 15.00 sejak puluhan tahun lalu menyapa masyarakat didahului dengan sirene khas yang menandakan kehadiran tokoh penting ini.
Mberiva kareba Om Kota? sudah di vacsin? dan apa kegiatan? berondong pertanyaan saya mendahului percakapan.
Nabelo puaji, saya tak bisa lupa komiu jawab beliau sambil tersenyum. Sudah 2 kali saya divacsin dan sebentar mau menyiar di RRI tegasnya. Luar biasa tokoh ini, tak pernah berhenti menyiar di usia senjanya. Siapa bisa menghalangi ? Masih teringat beberapa tahun sebelumnya, ketika beliau pensiun dan berhenti menyiar di acara “Kareba ka Komiu”, ribuan surat dan bahkan sampai demo meminta agar beliau tetap di udara mengisi acara tersebut. Beliau terlalu melekat di hati masyarakat. Bahkan popularitas beliau mengalahkan seluruh Bupati/walikota bahkan gubernur sekalipun. Mana ada para penguasa berhenti bekerja habis periodesasi kekuasaan disuruh kembali memegang kendali pemerintahan. Hanya ada di RRI Palu. SEKALI DI UDARA TETAP DI UDARA!!
Tak terasa hampir 1 jam kami bercerita, mulai dari kisah pribadi soal sepak terjang ayahanda beliau sebagai mantan Kepala Penjara Maesa (Rutan Maesa kini) hingga cerita tentang kekerabatan beliau dengan buaya sungai Palu, bermain dan menyeberang sungai Palu dari Maesa ke Nunu, sampai cerita tentang Raja Djanggola dan mesranya beliau dengan mantan gubernur Longky Djanggola. Hal paling berkesan yang disampaikan, beliau ceritakan kota Palu ini Kota Kuala. Kota air. Dahulu Maesa ini adalah bahagian dari kuala Palu. Depan Dempal Maesa dahulu adalah kuala, batasnya ya Dempal itu. Wajar bila hotel Roa Roa dahulu begitu diguncang gempa keras tahun 2018 lalu kemudian masuk ke dalam perut bumi. Tanahnya memang dahulu adalah bahagian dari kuala, begitu juga soal Tagari Lonjo yang dibangun PERUMNAS. Likuifaksi kini kita mengenalnya.
“Saya sampaikan kepada Pak Walikota, pinoana kita Hadiyanto. Beliau itu orang Palu, harus sabar memimpin. Kita hidup di akhir zaman penuh dengan tantangan. Jadi harus sabar memimpin dan mendengarkan kritik dan saran masyarakat. Beliau mengenal kota ini, dan saya percaya bila beliau selalu ingin terus memajukan kota ini sampai pada puncaknya. Kita harus dukung” demikian om Kota berpesan.
Bahagian ini menyadarkan akan wasiat Almarhum Habib Sagaf Al Djufrie sebagaimana disampaikan Habib Alwi bin Saggaf Al jufrie saat Podo’a dan Tahlil 40 hari,16 September lalu di Pesantren Al Khairaat Madinatul Ilmi, Dolo.
Pesan Habib Saggaf; Buka Mata, Buka Telinga, Tutup Mulut. Memaknai membuka mata kata Habib Alwi, melakukan sesuatu itu secara objektif dan bukan subjektif. Membuka telinga maknanya, kita jangan tipis telinga, dan siap menerima kritikan dan masukan untuk membangun. Serta menutup mulut dimaksud, agar tidak menyampaikan hal-hal yang bisa orang lain tersinggung walaupun kita mengetahuinya.“Ayahanda pernah menegur saat melakukan qira’ah di masa anak anak dulu, dan Habib Saggaf menegur anaknya itu dengan penyampaian kalimat yang indah, lembut serta sejuk, dengan anaknya demikian dan bagaimana dengan orang lain,” ungkap Habib Alwi. Terima kasih om Kota yang telah mengingatkan wasiat guru kepada pemula abna”ul al Khairaat ini. PENGUASA HARUS MEMBUKA MATA, BUKA TELINGA DAN MENUTUP MULUT. OMBUDSMAN JUGA HARUS SEPERTI ITU. SEPERTI PERUMPAMAAN PATUNG PELINDO DI LEMBAH BADA SANA! Wallahualam bissawab
Palu 19 September 2021