Oleh: H. Sofyan Farid Lembah SH. M.Hum
Pagi cerah di 20 Februari 2022 bertambah sumringah melihat wajah wajah cerah penduduk Ape Maliko yang menerima penyerahan dokumen KTP dan Kartu Keluarga. Hari ini, Kepala Ombudsman Perwakilan Sulawesi Tengah ditemani Direktur NGo KOMIU dan Asisten Nasrun menyerahkan 89 KTP dan 27 dokumen Kartu Keluarga. Kembali janji terbayar tunai. Sekretaris Desa menjadi saksi penyerahan dokumen kependudukan secara gratis ini.
Program layanan jemput bola Administrasi Kependudukan ini adalah program kolaboratif Ombudsman Perwakilan Sulawesi Tengah bersama NGo KOMIU, Himpunan Wanita Penyandang Disabilitas Indonesia (HWDI) , DInas Sosial dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Donggala yang difasilitasi donor Atlas Alliance dan Norwegian Human Rights Fund. Program kolaboratif ini khusus pada pelayanan kelompok sasaran penyandang disabilitas di Komunitas Adat Terpencil di Kabupaten Donggala. Masyarakat di enam desa amat sangat antusias ikut dalam program ini setelah mereka sadar bahwa dokumen kependudukan telah menjadi kebutuhan masyarakat. Sama pentingnya dengan pelayanan dasar lainnya seperti pelayanan pendidikan dan kesehatan.
Masyarakat Ape Maliku dari rumpun adat Kaili Rai dan Kaili Kori adalah masyarakat adat yang dikelilingi oleh kawasan perkebunan Kelapa Sawit PT Donggala Sawit Hijau dan kawasan pertambangan emas dari perusahaan pemegang IUP, PT. VIO. Ketenangan desa kini bisa terancam pada berkurangnya sumber daya air yang bakalan tersedot oleh kelapa sawit juga bakalan terancam pada konflik latent antara penambang dengan masyarakat petani juga masalah lingkungan yang tercemar manakala pengelolaan keduanya tidak memperhatikan dokumen AMDAL yang telah disusun. Terlebih bila akses masyarakat sama sekali tidak diberikan. Kasus di Buranga, Kayuboko, Kasimbar, Dongidongi, Poboya, Perkebunan Sawit di ASTRA, PT Buana Sonokeling dan PT Hurdaya Inti Plantation Buol-Toli Toli bisa terulang di Ape Maliko.
Terlepas dari ancaman tersebut, saat ini bagi masyarakat termasuk tetangga di Saloya terpenuhinya layanan Adminduk sudah sangat melegakan. Lupakan dulu tantangan masa depan, hari ini secara legal mereka telah menjadi warga negara lengkap, termasuk Kepala Suku, Todi dari komunitas Kaili Kori. Senyum di wajahnya mempunyai banyak makna tersirat. Perlawanan masih belum ditabuh karena dalam setiap pengambilan kebijakan atas pengelolaan sumber daya alam di wilayahnya selalu dinafikkan. Esok hari kami bertumpu pada hasil kebun kami, bukan emas. Sama kebahagiaan dengan Lanasir dan Djahra Penduduk Saloya yang butuh 70 tahun untuk dapatkan KTP. Juga dengan Lamakasia penduduk Kumbasa yg butuh 87 tahun baru dapatkan KTP.
Penulis adalah Ketua Ombudsman Perwakilan Sulteng*