Oleh; Prof. Nur Sangadji
Biasa saja, bila kita sebut kopi di kebun kopi. Pastilah, karena kopi selalu ada di kebun kopi. Seperti juga pisang di kebun pisang. Coklat di kebun kakao, dan seterusnya. Namun, menjadi tidak biasa, lantaran kebun kopi ini tidak lagi identik semata dengan tempat di mana kopi tumbuh. Karena, memang tidak dijumpai pohon kopi di sini. Dia, lebih sebagai identitas dari sebuah tempat. Letaknya di puncak antara kota Palu dan Kota Parigi.
Kawasan puncak ini sangat populer pada tahun 80 an. Posisinya terletak pada ketinggian 1200 di atas permukaan laut. Di dominasi hutan primer dan sekunder yang sebagiannya telah dikonversi menjadi kebun tanaman keras dan hortikultura. Karena itu, udaranya sejuk dan dingin. Sesekali berkabut tebal. Terkesan seperti kita sedang ada di Eropa atau negeri beriklim sedang.
Di era delapan puluhan itu, sayuran dan buah-buahan dataran tinggi yang ditemukan di sini adalah ciri khas kebun kopi. Kebanyakan orang yang melintas, pasti singga belanja. Itu, karena pasar-pasar kota di kota Palu, relatif tidak menjualnya. Itulah sebabnya bila kita lewat di sini, ole-olenya, adalah sayur dan buah-buahan ini. Belakangan, kebiasaan belanja ini tidak se populer dahulu. Mungkin, lantaran komoditas sejenis sudah mudah di peroleh di pasar pasar konvensional yang ada.
*******
Masih di era delapan puluhan. Bila orang ingin bertamasya, pilihan tempat adalah kebun kopi. Di sini tidak banyak lokasi restoran untuk penginapan. Hanya ada satu, namanya Aloha. Cukup terkanal. Disinggahi sesaat untuk menikmati kopi atau teh panas dan kue serta nasi campur. Menikmati kuliner ini sambil memandang perbukitan yang hijau dan ladang pertanian berteras-teras.
Minuman kopi ini, sumber bahannya pasti bukan dari kawasan sekitar. Karena kita tidak pernah dengar ada kebun kopi milik warga di sini saat itu. Meskipun, tempat ini tetap bernama kebun kopi. Ladang di sini lebih didominasi tanaman wortel, labu Siam dan kol. Inilah tiga jenis hortikultura yang sangat cocok untuk agroclimat dataran tinggi.
Di sebelah kanan jalan. Berseberangan dengan restoran Aloha, terdapat sebuah pasenggrahan. Letaknya persis di perbukitan. Menyolok indah lantaran unik. Khabanya, ini bangunan peninggalan Belanda. Mungkin sama umurnya dengan jembatan unik yang juga dibuat oleh Belanda. Jembatan kokoh itu terletak di wilayah uwentira yang dikenal sebagai wilayah kerajaan jin. Posisinya tidak jauh dari pasenggrahan dan restoran Aloha.
*******
Secara administratif, daerah ini berada di bawah otorisasi Kabupaten Donggala, Kecamatan Tawaili, Desa Nopubomba. Inilah desa yang terjepit. Dijepit dari selatan oleh kota Palu, dan dari Utara oleh Kabupaten Donggala. Saya berkelakar kepada sekretaris Desanya. Bagaimana kalau kita jadikan sebagai desa otonom. Tidak berada di otorisasi pemerintah kecamatan atau kabupaten. Pasti, tidak ada cantolan regulasinya. Semata karena letaknya yang terisolasi.
Saya menganalogikan secara liar dengan negeri Andor di Eropa. Negeri yg terletak antara Spanyol dan Perancis. Ini daerah bebas pajak. Para pelancong, penggemar belanja, sering datang ke sini.
Nah, saya membayangkan. Desa Nopubomba ini menjadi sasaran kunjungan warga. Mereka kesini, karena ingin minum kopi di bawah pohon kopi di kawasan yang bernama kebun kopi. Kabarnya, sudah ada sekitar tiga puluh hektar tanaman kopi ditumbuhkan di sini oleh masyarakat Napubomba. Mereka sedang berusaha menemukan kembali jejak sejarah yang hilang. Tentang sebuah nama. Agar sah bagi kita untuk menyebut kawasan ini, kebun KOPI.**