JAKARTA- Wakil Ketua Partai NasDem, H. Ahmad Ali menanggapi keras pernyataan
Menko Marinves, Luhut Binsar Pandjaitan, bicara soal jangan maksa jadi Presiden kalau bukan orang Jawa saat berbincang dengan Rocky Gerung di YouTube RGTV.
“Rasis. Kalau saya sih menilai pernyataannya Pak Luhut itu tentang kalau bukan orang Jawa jangan maksa jadi Presiden, itu terlalu rasis,” ujar Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali kepada wartawan, Jumat 23 September 2022, seperti dikutip detik.com
Pernyataan Luhut, jelas Ahmad, tidak sejalan dengan semangat demokrasi yang sedang Indonesia bangun. Ia lalu menyinggung soal politik identitas.
Kita (kerap) bicara tentang melawan politik identitas tetapi beliau sendiri menyuburkan politik identitas,” tegas Ahmad Ali.
Ahmad mengatakan setiap warga negara punya hak yang sama untuk dipilih dan memilih. Dengan pernyataan Luhut ini, dikhawatirkan akan menimbulkan kekacauan.
“Lama kelamaan banyak yang menggugat, kenapa dia tidak lahir bukan dari orang Jawa? kenapa lahir di Sulawesi? Kenapa lahir di Kalimantan?” lanjutnya.
Ketua DPP NasDem Willy Aditya berpendapat serupa. Menurutnya, pernyataan Luhut tidak tepat.
“Statemen semacam itu tentu tidak tepat untuk disampaikan. Sebab negara ini dibangun oleh semua dan untuk semua,” jelas Willy.
Willy mengatakan baik mayoritas maupun minoritas di Indonesia memiliki hak yang sama. Jadi, siapapun boleh mencalonkan diri menjadi pejabat publik, termasuk menjadi Presiden RI.
“Nah, Opung Luhut berbicara di ranah realitas antropologis. Dalam kalkulasinya memang akan sulit bagi orang non Jawa untuk bisa menjadi presiden. Demikian juga untuk hitung-hitungan terkait segi-segi minoritas lainnya. Namun demikian, hal semacam itu cukup jadi pengetahuan saja,” imbuh Willy.
Sebelumnya diberitakan, Rocky Gerung mengundang Luhut untuk bincang-bincang dalam channel YouTubenya, salah satunya terkait penerus Presiden Joko Widodo (Jokowi) di 2024. Dalam ngobrol-ngobrol santai itu, Luhut sempat bicara soal banyak orang yang ingin jadi Presiden.
Mulanya, Luhut menyebut banyak orang saat ini yang ambisius untuk menjadi Presiden. Padahal, kata dia, mengabdi untuk negara tidak harus menjadi Presiden.
“Anda itu terlalu pintar makanya kadang menjudge orang. Rock gini lah kita sebagai teman ya, saya bilang memang kadang-kadang semua berpikir pengen jadi presiden, saya berkali-kali bilang ‘apa mesti jadi presiden ngabdi itu?’ Presiden cuma 1 loh, dan itu menurut saya sudah takdir alam ini, Tuhan punya mau itu, God scenario, jadi kita boleh bersaing, dan boleh tadi juga melakukan itu, tapi kita harus mengenali diri kita dulu, kenali dirimu, kenali musuhmu, 100 kali kau perang 100 kali kau menang, tap kadang kita nggak mengenali itu kita nggak tanya diri kita,” ucapnya.
Rocky pun mengomentari soal power yang sempat disinggung Luhut. Kemudian, Luhut menjawab dengan membeberkan lagi soal banyaknya orang yang akhirnya berambisi untuk jadi Presiden. Dia lalu mengingatkan bahwa sulit untuk mencapai ambisi itu jika bukan lah keturunan Jawa.
“Ada yang belum punya power tapi sudah ada syndromenya?” tanya Rocky.
“Ya, Rocky ini aku bilang untuk anda, teman-teman pasti banyak yang nonton aneh-aneh lah, apa harus jadi Presiden saja kau bisa ngabdi? Kan nggak juga, harus tahu diri juga lah, kalau kau bukan orang Jawa jangan terus, ini anu ini antropologi, kalau anda bukan orang Jawa, pemilihan langsung hari ini, saya nggak tahu 25 tahun lagi, udah lupain deh, nggak usah kita memaksakan diri kita, sakit hati, yang bikin sakit hati kita kan kita sendiri,” tutur Luhut.
Rocky lalu menanggapi statemen Luhut. Dia menegaskan apa yang disampaikan Luhut benar secara ilmu antropologi.
“Iya kalau mereka nggak baca, iya saya ingetin ada orang yang nggak baca, bahwa antropologi kita itu basisnya adalah etnis civil, dan faktualitas itu yang kadang kala membatalkan ambisi orang untuk jadi Presiden,” ujar Rocky Gerung.
Luhut mengamini dengan mengaku mengurungkan ambisinya untuk jadi Presiden lantaran menjadi minoritas di Indonesia.
“Yes, termasuk saya, betul saya, saya double minoritas, saya sudah Batak Kristen lagi. Jadi saya bilang sudah cukup itu, kita harus tahu, ngapain saya menyakiti hati saya, istri saya juga bilang ‘kamu ngapain sih pah?’, ya memang nggak mau, ‘syukurlah haleluya’ dia bilang, yaudah,” sebut Luhut.
“Jadi kalau dilihat percakapannya secara utuh, pada bagian itu Pak Menko sedang berbicara mengenai pentingnya mengukur diri, jadi itu merupakan refleksi Pak Menko terhadap dirinya sendiri, bukan untuk orang lain,” kata Jodi saat dihubungi, Jumat (23/9/2022).
Jodi menegaskan tidak ada maksud lain di balik pernyataan Luhut. Menurutnya, tak ada pula tendensi politik terkait penjelasan Luhut tersebut.
“Tidak ada tendensi atau maksud politik macam-macam,” ucapnya.*