TrustSulteng.com- Proses Provisional Hand Over (PHO) atau Penyerahan Pertama pada proyek preservasi di ruas Tinombo- Mepanga-Lambunu- Molosipat Tahun 2022, diduga dipaksakan padahal pekerjaan belum selesai.
Dugaan tersebut mencuat berdasarkan fakta pekerjaan di lapangan atas pelaksanaan pekerjaan yang terkontrak, yang diserahkan kepada PPHP atau Panitia Penerima Hasil Pekerjaan.
Pekerjaan yang menjadi tangungjawab Satker PJN 2 BPJN Sulawesi Tengah tersebut diketahui senilai Rp21 miliar dan mendapat tambahan sebesar 10 persen atas nilai kontrak yang ada di tahun anggaran 2022.
Diketahui, proyek tersebut dikerjakan oleh PT Widya Rahmat Karya (WRK) yang langsung action di lapangan usai tandatangan kontrak pada akhir Maret 2022 lalu, yang bertepatan dengan bulan suci Ramadhan 2022.
Ketua Jaringan Kemandirian Nasional (Jaman) Sulteng, Moh Rifaldi, SH yang sejak awal intens memantau proses pekerjaan itu mengatakan, tancap gas WRK dalam melaksanakan pekerjaan di lapangan diduga hanya terjadi di awal pekerjaan.
“Namun belakangan cara kerja PT WRK semakin lama semakin lamban,” kata dia dalam keterangannya kepada media ini.
Terlebih lagi pada item-item pelaksanaan pekerjaan di lapangan, meliputi rabbat beton, pembuatan serta pasangan blok beton sebagai penangkal longsor atau abrasi serta pekerjaan susunan batu dalam bentuk sebagai penahan ombak.
“Selain itu pekerjaan Box Culvert sebagai pekerjaan penggantian jembatan dengan metode kerja Box culvert,” jelasnya merinci.
“Bukan itu saja, Pekerjaan pemeliharaan rutin jembatan serta jalan pun tak luput atas item pekerjaan yang harus dilaksanakan PT WRK,” tambahnya.
Dari hasil pantauannya, kendala mulai terlihat saat pihak pelaksana akan melakukan pengaspalan, karena dalam kontrak, pekerjaan rehabilitasi minor jalan pun harus dilakukan.
“Ini jelas memakai peralatan pengaspalan, seperti finisher dan lainnya serta dukungan alat Asphalt Machine Plant sebagai wadah yang memproduksi asphaltnya,” kata Rifal sapaan akrabnya.
Rifal menambahkan, karena faktanya di lapangan tertunda beberapa lama pekerjaan pengaspalannya, yang otomatis mempengaruhi progres bobot yang ada, sehingga pihak pelaksana dikenakan SCM atau show coast meeting atas kenaikan bobot atau kata lain minusnya bobot atas realisasi target yang seharusnya.
Saat kontrak berakhir di penghujung Desember 2022 pekerjaan juga terlihat tak kunjung selesai.
Berdasarkan keterangan salah satu staff di BPJN, olehnya pihak pengguna dan penyedia bersepakat agar tetap melanjutkan pekerjaan sampai selesai dengan sistem denda sesuai aturan yang berlaku.
Penyedia jasa diminta bekerja menyelesaikan sisa pekerjaan dalam masa denda adalah suatu hal yang harus dilakukan guna menghindari pemutusan kontrak kerja.
Denda yang diambil pun adalah melaksanakan pekerjaan dimasa denda dengan waktu 40 hari.
“Alasannya, waktu ini tidaklah mengikat, jika pelaksana mampu menyelesaikan sisa pekerjaan sebelum 40 hari, itu lebih baik. denda yang terjadi tidaklah terlalu besar, ujar salah satu staff PPK 2.1 PJN Sulteng, yang minta namanya dirahasiakan.
Namun anehnya, dalam masa penyelesaian pekerjaan kok sudah masuk ke ranah PHO, ini kan aneh. Harusnya tuntaskan dulu pekerjaan itu sampai selesai,” ujar sumber lain di PJN II.
Karena hal itulah, maka adanya dugaan PHO yang dilakukan atau dipaksakan meskipun pekerjaan tahap penyelesaian masih berlangsung makin mencuat.
Terkait dugaan adanya PHO yang dipaksakan itu, pihak PPK 2.1 Reza Maulana yang dikonfirmasi melalui layanan WhatsApp tidak memberikan tanggapan.
Demikian juga dengan Kepala Satker PJN II, Rhismono yang dikonfirmasi juga tidak memberikan jawaban.
Hingga berita ini dilansir, konfirmasi tertulis melalui layanan WhatsApp yang dikirimkan Konsorsium Media Sulteng, tidak ditanggapi. ***