Palu, trustsulteng – Akademisi dari Universitas Tadulako Mohamad Ahlis Djirimu mengatakan laju pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tengah khususnya sektor pertambangan tidak bisa diklaim sebagai keberhasilan siapa yang memimpin daerah saat ini.
Pertumbungan ekonomi sektor pertambangan lebih besar peran pemerintah pusat dan pertumbuhan ekonomi untuk daerah disebutkannya tidak inklusif.
“Ini yang disebut pertumbuhan Auto pilot tanpa pemerintah pun pertumbuhan ekonomi Sulteng pasti meningkat dan siapapun pemimpinnya,” tegas Ahlis Dijirimu dalam Podcast JMSI Sulteng, Rabu malam 1 Mei 2024.
Dampak dari pertumbuhan ekonomi yang tidak inklusif tersebut memunculkan terjadinya ketimpangan pembangunan antara kabupaten. Karena sektor pertambangan tersebut lebih dominan memperkerjakan tenaga asing dan banyak terjadi pengangguran di daerah.
“Lihat saja ketimpangan pembangunan antar daerah kabupaten di Sulawesi Tengah semakin melebar dan terkesan tidak terkendali,” kata Tenaga Ahli Kementerian Keuangan itu.
Ahlis mengaku kurang sependapat dengan langkah Pemprov Sulteng membangun KPN (Kawasan Pangan Nasional). Jika hal itu dimaksudkan untuk membuat Sulteng menjadi daerah penyanggah IKN (Ibu Kota Nusantara), maka pembangunan KPN bukan sebagai jawaban yang tepat. Seharusnya Pemprov memberdayakan potensi pertanian yang sudah ada di daerah.
“Kabupaten Sigi itu punya areal pertanian yang luas. Di sana juga sudah tersedia irigasi. Tidak perlu capek-capek membuka hutan menebang pohon. Berdayakan saja petani di sana untuk meningkatkan produksi pertaniannya, biar bisa menyuplai kebutuhan ke IKN,” kata Ahlis.
Tidak hanya petani di Sigi, di kabupaten-kabupaten lain di Sulteng juga mestinya diberdayakan. “Seperti di Kabupaten Parigi Moutong, Tolitoli dan Buol. Kabupaten itu masing-masing punya produk pertanian, tinggal diberdayakan saja. Tidak perlu bangun KPN,” kata Ahlis.
Dengan cara itu menurut Ahlis, maka daerah-daerah kabupaten akan ikut menjadi penyuplai. Dan yang pasti pertanian mereka akan ikut maju. Dan dengan begitu pula tidak akan terjadi ketimpangan pembangunan.
Di zaman pemerintahan Gubernur Longki Djanggola kata Ahlis, sudah pernah ada penetapan di sejumlah titik untuk pengembangan pertanian. Titik itu berada di kabupaten. Namun sayangnya, program itu tidak berjalan. “Kita malah memilih membangun KPN yang biayanya tidak sedikit dan hasilnya belum tentu maksimal,” ujarnya.
Ahlis pesimis, KPN bisa menyuplai kebutuhan pangan IKN. Karena terbukti sampai saat ini progresnya masih sangat minim. Sulsel kata Ahlis, malah saat ini sudah menyuplai bersama DKI, dan Jatim.
Ahlis berharap gubernur Sulteng kedepan bisa berperan sebagai pilot untuk 13 kabupaten dan satu kota. “Saya sependapat dengan perumpamaan yang disampaikan pak Hasanuddin Atjo (mantan kepala Bappeda Sulteng). Beliau mengumpamakan provinsi Sulteng itu ibarat kereta yang ditarik oleh 13 kuda. Di mana gubernur sebagai kusirnya. Artinya apa, pembangunan dilakukan harus secara bersama-sama, tidak dengan jalan sendiri-sendiri.
Sebelumnya, Tenaga Ahli Gubernur Sulteng Bidang Pangan dan Sumber Alam, M.Ridha Saleh mengakui progres KPN di Kecamatan Dampelas Kabupaten Donggala yang berada di tiga desa, yakni: Talaga, Kambayang dan Sabang belum sesuai harapan.
“Memang kita akui perkembangan KPN belum maksimal. Namun sudah pernah dua kali panen jagung,” kata Ridha dalam acara podcast JMSI Sulteng, Selasa, 30 April 2024.
Berbagai kendala juga diakui Ridha Saleh bahwa selain belum meratanya pengairan juga pola para petani yang ada masih terbiasa mengolah tanaman tahunan. Sedangkan KPN harusnya digalakkan sistem pertanian modern yang produktif seperti palawija dan lainnya. (*)