Jakarta, trustsulteng – Kunjungan delegasi wartawan Indonesia ke Kerajaan Maroko diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat pers Indonesia mengenai beragam aspek pembangunan yang sedang terjadi di Maroko dan di benua Afrika umumnya.
Harapan ini disampaikan Presiden Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Maroko (PPIM) Teguh Santosa setelah delegasi yang terdiri dari tujuh wartawa itu tiba di tanah air, Selasa malam
“Saya berharap kunjungan barusan memberikan gambaran yang lebih luas mengenai berbagai upaya yang dilakukan Kerajaan Maroko untuk tidak hanya membangun Maroko, tetapi juga menjadi inspirasi dan motor pembangunan di benua Afrika. Maroko juga memberikan sumbangan yang tidak kecil pada kebutuhan energi ramah lingkungan bagi Eropa,” ujar Teguh Santosa yang juga Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI).
Selain Teguh, turut dalam rombongan antara lain wartawan senior dan mantan Pimred Kompas Budiman Tanuredjo yang kini mengelola program “Satu Meja” di KompasTV dan Pemimpin Redaksi Jakarta Post Taufiq Rahman. Juga Redaktur Senior Rakyat Merdeka Muhammad Rusmadi, Pemimpin Redaksi Kumparan Arifin Asydhad yang juga Ketua Forum Pimred, Pemimpin Redaksi Duta Masyarakat Eko Pamuji yang juga Sekjen JMSI, dan Veeramalla Anjaiah mantan wartawan Jakarta Post yang kini menjadi peneliti di Center for Southeast Asian Studies (CSAS).
Kunjungan yang berlangsung antara tanggal 12 sampai 21 Juli dimulai dari Kasablanka yang merupakan kota bisnis dan industri Maroko. Dalam kunjungan ke Kasablanka, delegasi wartawan Indonesia selain melihat pembangunan Kasablanka yang semakin pesat, juga mendengarkan penjelasan dari Casablanca Fainance City (CFC), sebuah organisasi yang didirikan atas inisiatif Raja Mohammed VI untuk mendorong Maroko menjadi pemain kunci dalam pembangunan Afrika dan kawasan.
Organisasi ini berusaha mewujudkan visi Raja Mohammed VI yang ingin mengubah citra Afrika yang sebelumnya dipandang sebagai benua tanpa harapan (the hopeless continent) menjadi benua penuh harapan (a hopeful continent).
Visi Raja Mohammed VI inilah yang mendorong CFC tumbuh menjadi penghubung bisnis dan keuangan tidak hanya bagi Afrika, tetapi juga bagi Timur Tengah dan Eropa, dan mendapatkan kepercayaan dari berbagai perusahaan papan atas dunia dan lembaga keuangan internasional.
Delegasi wartawan Indonesia juga mengunjungi University of Mohammed VI Polytechnic (UM6P) di Benguerir untuk melihat bagaimana dunia pendidikan dikembangkan untuk mengoptimalkan sumber daya manusia dan sumber daya alam. Universitas yang dibangun oleh perusahaan phospat Maroko, d’Office chérifien des phosphates atau OCP.
Universitas ini memberikan beasiswa kepada banyak mahasiswa dari berbagai negara di Afrika sebagai wujud dari pelibatan masyarakat Afika yang lebih luas dalam proses pembangunan benua Afrika. UM6P tumbuh menjadi platform eksperimen yang membuka diri pada berbagai peluang yang ada di Afrika demi wujudkan “abad Afrika”.
Tempat lain yang dikunjungi delegasi wartawan, sambung Teguh, adalah Region Dakhla Oued Ed Dahab yang berada di wilayah Sahara Maroko di selatan.
“Mengunjungi Dakhla memberikan kesempatan kepada kita untuk melihat bagaimana pembangunan sebuah kawasan dari titik nol dilakukan dengan begitu cepat dan terarah. Kini Maroko berencana membangun sebuah pelabuhan raksasa Dakhla Atlantik Airport yang akan menjadikan Dakhla sebagai penghubung dengan kawasan barat Afrika di selatan dan benua Amerika di seberang Samudera Atlantik,” urai Teguh.
Teguh yang pernah ke Dakhla pada tahun 2010, atau 14 tahun lalu, mengatakan, pembangunan di Dakhla sangat mengesankan. Pemerintah Maroko berhasil mengubah citra Dakhla dari kawasan terbelakang yang terlantar di era kolonialisasi Spanyol menjadi kota yang kini bernilai strategis di kawasan. Kepercayaan dunia internasional pada pembangunan Dakhla lanjut Teguh dapat dilihat dari banyaknya negara sahabat Maroko yang membuka konsulat di kota itu.
“Ada 17 negara membuka konsulat di Region Dakhla Oued Ed Dahab, dan 12 negara membuka konsulat di Region Laayoune Sakia El Hamra. Ini juga memperlihatkan kepercayaan dunia internasional pada proposal otonomi khusus yang ditawarkan Maroko dalam pembicaraan damai mengenai sengketa Sahara Barat di PBB,” ujar Teguh yang juga merupakan salah seorang pemetisi konflik Sahara Barat di Komisi IV PBB di New York.
Tempat lain yang dikunjungi delegasi wartawan Indonesia adalah pelabuhan raksasa Tanger Mediteranian di utara Maroko yang berada persis pada pertemuan Samudera Atlantik dan Laut Mediterania atau Laut Tengah. Tanger Med secara nyata menjadi pintu masuk yang mengubungkan Afrika, Eropa, dan Timur Tengah.
Tanger Med berada di posisi ke-18 dalam indeks Konektivitas Maritim Dunia yang diterbitkan UN Trade and Development (UNCTAD) tahun 2023 lalu.
Lembaga terakhir yang dikunjungi delegasi wartawan Indonesia adalah Universitas Al Qarawiyyin di Fes yang merupakan universitas tertua di dunia. Universitas ini didirikan tahun 859 M oleh Fatima Al Fihria, putri seorang pedagang bernama Muhammad Al Fihria yang pindah dari Kairouan di Tunisia kini. Universitas ini tidak hanya mengajarkan ilmu agama, namun juga membumikan kalamullah menjadi cabang-cabang ilmu pengetahuan seperti tata bahasa, retorika, logika, kedokteran, matematika, astronomi, kimia, geografi, juga musik.
Dari penjelasan Rektor Universitas Al Qarawiyyin, Dr. Amal Jalal, yang menerima delegasi wartawan Indonesia, diperoleh informasi bahwa di masa lalu pemahaman mahasiswa universitas ini pada salah satu disiplin ilmu diletakkan setelah aspek etika dan moral.
Tidak lupa dalam kunjungan ke Maroko, delegasi wartawan Indonesia juga berkunjung ke Wisma Duta dan bertemu dengan Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Maroko Hasrul Azwar.
“Dubes Hasrul Azwar sangat berharap kualitas hubungan kedua negara yang sudah sangat baik sejak era Ibnu Batutah dan era Presiden Sukarno dapat ditingkatkan menjadi lebih signifikan lagi,” demikian Teguh.