Oleh: H. SOFYAN FARID LEMBAH
JENUH membaca berita di berbagai media. Bosan dan menjijikkan. Inilah masa masa sulit dimana kita sulit mendapatkan sebuah kejujuran. Jujur itu mahal dan mulai menghilang. Apalagi dipanggung kekuasaan.
Tak ada yang bisa jadi panutan. Teringat lidah icon Rolling Stone yang merah menjulur. Lidah tak lagi dijaga apalagi dipertanggungjawabkan. Negara ini bisa hancur bila semua tak menjaga lidah berbicara. Benar kiranya, suatu saat nanti seluruh mulut manusia tempat bersemayam lidah semua terkunci.
Tak lagi bisa berbicara. Hanya kaki dan tangan yang berbicara untuk menjawab seluruh pertanyaan atas pertanggungjawaban perbuatan manusia.
Bulan September dan Oktober ini adalah masa masa penuh dengan hingar bingar perebutan kekuasaan dalam kontestasi Pilkada. Penguasa daerah segera ditentukan dalam perhelatan pilkada itu termasuk di Sulawesi Tengah.
Persoalannya, apakah masih ada kejujuran bukan saja pada para penyelenggara dan para pengawasnya? Apakah penguasa baru yang lahir nanti memiliki kejujuran?
Sulawesi Tengah adalah salah satu negeri yang kaya di republik ini. Kekayaan sumber daya alamnya sangatlah luar biasa. Hanya sayang, anugerah Tuhan tersebut belum banyak dikelola yang memberi manfaat bagi masyarakat banyak.
Silih berganti penguasa duduk di kursi empuk kekuasaan. Mereka juga sudah optimal melakukan apa yang menjadi kewajibannya sebagai penguasa. Hanya saja harus jujur kita sampaikan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Satu hal yang mengkhawatirkan dalam banyak pertemuan para kandidat penguasa tak banyak yang berani menyampaikan bila dalam periode kekuasaan mereka kelak mengalami kegagalan.
Semua bercerita soal rencana keberhasilan lewat janji-janji politik. Sedikit dari mereka yang berani ungkapkan pertanggungjawaban bila terjadi kegagalan. Seolah-olah seluruh janji politik mereka direstui oleh Allah SWT Yang Maha Mengatur. Kata “insha Allah” sedikit sekali diucapkan.
Merasa diri telah bersatu diri mereka dengan Sang Pencipta sesungguhnya adalah seolah-olah hingga melupakan kalimat insha Allah tersebut. Ini bukan perkara lupa, tapi lebih dari bentuk ketidakjujuran pada diri mereka sendiri. Manusia berkehendak tapi tak boleh melupakan siapa jati diri mereka sebagai hamba yang punya banyak keterbatasan.
Sang Maha Memiliki adalah penentu sebuah keberhasilan dan kegagalan sekalipun. Hal sepele tapi berdampak besar pada sebuah perencanaan kekuasaan. Ingat, sebagai penguasa dia memiliki sebuah keberuntungan, kecerdasan fikir dan emosional, leadership dan tentu kewajiban pertanggungjawaban.
Bulan Rabi’ul awal mengingatkan kita pada sosok kekasih Allah SWT, yakni Muhammad SAW. Meski tak banyak diantara kita yang teringat akan risalahnya tapi paling tidak soal kejujuran terus kita benamkan dalam fikir dan perilaku terutama bagi para Penguasa.
Kekuasaan itu harus dijiwai oleh sikap jujur. Sama halnya kita menjiwai Pancasila dengan Piagam Jakarta.
Kerinduan lahirnya penguasa yang jujur di Sulawesi Tengah sama halnya kerinduan untuk segera bertemu denganmu, Yaa Rasulullah Muhammad SAW. Shalawat Narriyah untukmu di Maulid tahun ini.
Jakarta, 14 Rabi’ul Awal 1446 H.