Oleh; Prof Muhd Nur Sangadji
(Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Tadulako)
Kita sedang ada di era dimana generasinya diberikan label yang belum pernah kita dengar sebelumnya. Dahulu, kita sering mendengar generasi muda, generasi tua, generasi penerus. Atau, generasi berdemensi waktu seperti generasi 08, 28, 45, dan 65.
Kini muncul istilah generasi milineal, generasi x, y hingga generasi z. Inti yang mau dijadikan penciri adalah generasi dengan penguasaan teknologi, terutama IT (informasi dan teknologi). Karenanya, ada istilah generasi 4.0 atau 5.0.
Satu saat saya terlibat dalam sebuah diskusi tentang perubahan. Saya bilang, perubahan itu niscaya. Dia (change), oleh Bruce Mitchell dalam bukunya, Enviromental Management, disandingkan dengan pertumbuhan (growth), keseimbangan (equilibrium), kerumitan (complexity) dan sengketa (conflict). Ini butuh bukan cuma kehebatan tapi juga kepekaan dan kesesuaian.
Karena itu, Charles Darwin yang bilang. “The survival spesies are those who respon to the change” (spesies yang bisa bertahan adalah yg peka atau respon terhadap perubahan). Dinosaurus sebagai contoh keperkasaan mahluk hidup, tapi saat ini hanya tinggal nama dan gambar saja.
Berbeda dengan Dinosaurus yang telah punah. Comodo adalah juga mahluk raksasa yang masih eksis. Pagi itu, saya pernah membuktikannya di habitat asli. Pulau Komodo. Ceritanya saya tulis tersendiri.
Namun demikian, seperti apa pun perubahan, lenyap dan punah, bahkan hingga bumi ini luluh lantak. Ada hal yang stabil dan tidak ikut berubah yaitu; “morality and raw material”. Moralitas itu stabil sepanjang masa. Ketika moralitas berubah mungkin itulah batas perubahan duniawi.
Seperti halnya moralitas, bahan baku juga tidak akan berubah. Dia tunduk kedalam hukum sunatullah. Diterjemahkan kedalam format scientific bernama hukum thermodinamika. Ini menyangkut hukum kekekalan energi. Pencetusnya adalah James Prescott Joule.
Kita bisa bikin apa saja dari air. Tapi, barang apa saja yang dibikin itu, tidak bisa ada, tanpa air. Kita boleh makan apa saja yang terbuat dari beras. Tapi sekali lagi, tetap harus ada berasnya. Kecuali kalau kita bikin beras dari plastik untuk dikonsumsi pihak lain. Namun, itu melewati moralitas dan berakibat mortalitas.
Olehnya, anak anak generasi z sekalipun, harus tunduk pada hukum kemanusiaan bernama moralitas. Dan, hukum alam bernama bahan baku (plasma Nutfah). Generasi z ini, bahkan mampu bikin air minum dari air laut sekalipun. Tapi, syarat utamanya adalah air laut. Dia, air laut itu, tidak boleh tidak ada. Artinya, dia stabil. Mereka juga pasti bisa bikin air dari udara, tapi di udara itu dipastikan ada butiran atau uap airnya (H2O).
Maka, suara langit mengingatkan. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam, menjadi tanda bagi yang berfikir. Ya Allah, Engkau ciptakan semua ini tidak dengan sia sia. Ayat yang lain mengingatkan ; telah nampak kerusakan di darat maupun di laut, disebabkan oleh tangan manusia, maka ditimpakan bencana disebabkan perbuatan mereka.
Jadi, diperubahan generasi setingkat apa pun. Dengan ilmu dan teknologi setinggi apa pun. Basisnya adalah moralitas. Tanpa itu, merekalah agen pencipta batas perubahan. Atau, mempercepat dan atau menjadi tanda tiba di batasnya. Yaitu, batas perubahan duniawi. Dia bernama KIAMAT. Wallahu alam.**
