Palu, trustsulteng – Anggota DPRD Sulawesi Tengah Muhammad Safri, mempertanyakan legalitas pengambilan air Sungai Laa oleh PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) serta aktivitas di kawasan sungai tersebut. Safri minta Gubernur Anwar Hafid untuk bersikap tegas, menghentikan aktivitas GNI, karena berpotensi terjadinya gesekan sosial.
“Sungai Laa bukan sekadar sumber air, tapi simbol peradaban masyarakat setempat. Kami minta Gubernur terbuka ke publik soal izin dan legalitasnya,” kata legislator PKB dari Dapil Morowali dan Morowali Utara tersebut.
Muhammad Safri pun meminta Pemprov Sulteng tak tinggal diam.
Ia berharap langkah tegas segera diambil gubernur untuk menghindari konflik sosial dan dampak lingkungan yang semakin luas.
“Kalau ini terus dibiarkan, pemerintah akan kehilangan kepercayaan masyarakat. Harus ada tindakan nyata, bukan hanya teguran administratif,” ucap Safri.
Dikutip dari berita tribunpalu, ada dugaan pelanggaran PT Stardust Estate Investment (SEI) dalam aktivitas penimbunan dan pengalihan alur Sungai Laa di Kabupaten Morowali Utara. Dinas teknis dalam hal ini Dinas Cipta Karya dan Sumber Daya Air (Cikasda) Sulawesi Tengah, menyoroti aktivitas perusahaan tanpa mengantongi rekomendasi teknis dari Cikasda.
Kepala Bidang Sungai, Pantai, Danau, dan Air Baku Cikasda Sulteng Djaenuddin menyebutkan, hingga kini tidak ada persetujuan resmi dari pemerintah provinsi terkait aktivitas tersebut.
PT SEI lebih dulu mengalihkan alur sungai baru kemudian mengajukan permohonan
Sampai sekarang persetujuannya belum keluar. Di lokasi lama, mereka sudah lebih dulu melakukan pengalihan alur sungai baru kemudian mengajukan permohonan,” jelas Djaenuddin kepada Rabu 28 Mei 2025.
Dinas Cikasda Sulteng memastikan, PT GNI telah mengantongi izin pengusahaan air permukaan.
Hanya saja, PT SEI selaku pemilik kawasan belum memiliki izin pengalihan alur sungai, dan tidak bisa diproses karena dilakukan tanpa rekomendasi teknis.
Saat ini, Dinas Cikasda Sulteng bekerja sama instansi terkait menghitung nilai kerugian dari pemanfaatan ruang air negara tanpa izin.
“Prinsipnya, siapa yang menutup atau mengalihkan sungai, dia yang bertanggung jawab. Karena itu adalah sungai negara,” ucap Djaenuddin.**
editor: yusrin elbanna