Palu, trustsulteng – Peristiwa bencana alam meliputi banjir dan longsor yang melanda Kabupaten Morowali Utara, Propinsi Sulawesi Tengah beberapa hari terakhir ditengarai tidak lepas dari aktivitas pertambangan nikel di wilayah tersebut.
Anggota DPRD Sulawesi Tengah Muhammad Safri bersuara lantang. Meminta Gubernur Anwar Hafid untuk memberi perhatian serius terhadap kondisi lingkungan Morowali Utara yang kini rusak dan hancur-hancuran. Dia menduga ada pembiaran aparat penegak hukum (APH) atas terjadinya kerusakan yang memporak poranda kehidupan masyarakat.
“Banjir dan longsor terjadi dan berulang di Morut akibat masifnya aktivitas tambang yang tidak dibarengi dengan tata kelola yang benar. Harus ada perhatian serius dari Pemprov Sulteng melihat kondisi daerah ini yang sudah rusak dan hancur-hancuran,” ujarnya.
Safri menyebut dampak ekologis dari aktivitas pertambangan di Morut membuat kerusakan lingkungan yang parah dan berkepanjangan serta sulit dipulihkan. Menurutnya, hal tersebut hanya bisa diatasi dengan intervensi dari pemerintah.
“Pemerintah wajib dan harus segera melakukan intervensi untuk melindungi masyarakat dan lingkungan. Tanpa hal tersebut, mustahil dampak negatif pertambangan bisa diminimalkan,” sebutnya.
Terjadinya deforestasi kata Safri, memperburuk kondisi lingkungan di Morut sehingga meningkatkan risiko bencana alam. Ia pun mendesak Pemprov Sulteng mengambil langkah tegas untuk mengatur aktivitas pertambangan secara ketat.
“Aktivitas tambang yang ugal-ugalan mengancam kehidupan dan menghadirkan penderitaan bagi masyarakat Morut. Tanpa tindakan tegas dari pemerintah, maka bencana ekologis akan terus menghantui,” imbuhnya.
Safri mencontohkan aktivitas tambang PT. HIR dkk ( Halmaerah International Resources) yang melakukan pencemaran sumber air baku pada IPA SPAM IKK Petasia. Padahal fasilitas tersebut dibangun pemerintah dengan anggaran mencapai Rp54 miliar.
Belum lagi pelanggaran yang dilakukan PT. UKK yakni beraktivitas di lahan Pemda tanpa prosedur, kegiatan PT. CAS membuka lahan sawit tanpa HGU, hingga penggunaan ruas jalan Bungini-Tanauge oleh PT. GNI untuk hauling.
“Pencemaran sumber air baku adalah kesalahan fatal karena menghancurkan kehidupan masyarakat setempat. Pemerintah telah menggelontorkan dana yang cukup besar, namun masyarakat tidak bisa menikmatinya. Belum lagi pelanggaran yang dilakukan perusahaan lain seperti PT. UKK, PT. CAS dan PT. GNI,” bebernya.
Sekretaris Komisi III ini juga menyindir sikap jajaran Pemkab Morowali Utara yang menangani persoalan bencana dengan kegiatan seremonial belaka seperti penyaluran bantuan sembako kepada warga terdampak.
“Bantuan sembako tidak cukup mengatasi persoalan banjir dan longsor yang kerap terjadi di Morut. Mengatasi bencana bukan cuma mengandalkan rasa prihatin tapi masyarakat kita butuh penyelesaian masalah secara komprehensif,” ucapnya.
Safri mengingatkan Pemkab Morut untuk tidak mengabaikan dampak negatif pertambangan. Safri menegaskan biaya pemulihan kerusakan lingkungan tidak sebanding dengan pendapatan daerah dari sektor tambang.
“Pendapatan daerah tidak mampu untuk menutupi biaya pemulihan kerusakan akibat aktivitas tambang. Olehnya itu, Pemkab Morut tidak boleh mengabaikan keberpihakan dan perlindungan terhadap masyarakat serta lingkungan,” tegasnya.
Safri juga menyoroti sikap Aparat Penegak Hukum (APH) yang kurang tegas dalam menindak perusahaan tambang yang merusak lingkungan di Morowali Utara.
“Seharusnya APH mengambil langkah tegas terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi akibat aktivitas tambang di Morut. Pelanggaran jelas terjadi di depan mata, kenapa dibiarkan begitu saja. Ini ada apa?” sorotnya.
Safri mempertanyakan sikap APH yang terkesan melakukan pembiaran dan takut untuk menindak korporasi yang merusak lingkungan di Morut.
“Kenapa dibiarkan? apa karena perusahaan perusak lingkungan tersebut dibeking oleh para elite atau petinggi di republik ini?” imbuhnya.
Mantan aktivis PMII ini meminta APH untuk tidak ragu-ragu dalam menggunakan kewenangannya menegakkan hukum terhadap tindak pidana lingkungan.
“APH tidak boleh ragu menggunakan kewenangannya, masyarakat Morut butuh aksi nyata dalam menyelamatkan lingkungan yang rusak akibat aktivitas tambang,” pungkasnya.**
editor: yusrin elbanna