Palu, trustsulteng – Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah menggelar Rapat Evaluasi Tim Pencegahan dan Percepatan Penurunan Stunting (TP3S) di Aula Dinas P2KB, Selasa 16 Desember 2025. Kegiatan tersebut secara resmi dibuka oleh Wakil Gubernur Sulawesi Tengah, dr. Reny A. Lamadjido, Sp.PK., M.Kes., dan dihadiri oleh tim TP3S serta pemangku kepentingan terkait, baik secara langsung maupun virtual.
Dalam sambutannya, Wagub dr. Reny menyampaikan bahwa Provinsi Sulawesi Tengah berhasil meraih angka prevalensi stunting sebesar 5,6 persen, sejajar dengan capaian nasional. Capaian tersebut dinilai sebagai hasil dari komitmen kuat pemerintah daerah dalam mendukung percepatan penurunan stunting.
“Provinsi Sulawesi Tengah dinilai memberikan kontribusi besar, baik dari sisi pembiayaan maupun komitmen pemerintah daerah. Alhamdulillah, penilaiannya cukup baik,” ujar Wagub.
Wagub dr. Reny menjelaskan bahwa alokasi anggaran penurunan stunting bersumber dari berbagai sektor, mulai dari kesehatan, P2KB, hingga perangkat daerah lainnya. Namun demikian, ia menegaskan bahwa capaian tersebut tetap perlu dievaluasi secara mendalam, khususnya terhadap pelaksanaan program dan keakuratan data tahun 2025.
Menurutnya, terdapat beberapa daerah yang menunjukkan penurunan angka stunting secara sangat drastis, sehingga perlu dicermati proses pendampingan dan validasi datanya.
“Penurunan angka harus dibarengi proses yang benar dan data yang valid. Kita tidak hanya mengejar angka, tetapi juga kualitas intervensinya,” tegasnya.
Wakil Gubernur juga menekankan pentingnya peran PKK, kader Posyandu, Dasawisma, dan Puskesmas sebagai ujung tombak penurunan stunting. Ia menilai keterlibatan kader yang langsung mendampingi keluarga berisiko stunting menjadi kunci keberhasilan di lapangan.
“Tidak ada gunanya program jika tidak melibatkan PKK dan kader. Mereka adalah ujung tombak, bekerja dengan penuh pengabdian,” katanya.
Selain itu, Wagub dr. Reny mendorong seluruh kabupaten/kota untuk menghadirkan inovasi sederhana namun berdampak, seperti program tabungan telur yang pernah diterapkan untuk membantu pemenuhan gizi anak dari keluarga berisiko stunting.
“Fokus utama kita adalah 1.000 hari pertama kehidupan, sejak masa konsepsi hingga anak berusia dua tahun. Jika fase ini terlewat, perkembangan otak anak tidak akan optimal,” jelasnya.
Melalui pendekatan konvergensi, Wagub berharap penguatan koordinasi lintas sektor dapat terus dilakukan, melibatkan sektor kesehatan, P2KB, BKKBN, lingkungan, hingga pemberdayaan masyarakat, dengan sasaran keluarga berisiko dan dukungan data yang akurat.
Sementara itu, Staf Ahli PKK Provinsi Sulawesi Tengah, Tuty Zarfiana, SH., M.Si, menegaskan bahwa penurunan stunting memerlukan kolaborasi lintas sektor yang kuat.
“Pemerintah, tenaga kesehatan, pihak swasta, tokoh agama, dan masyarakat harus bersinergi secara terintegrasi. Stunting merupakan tantangan krusial untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045,” ujarnya.
Melalui rapat evaluasi ini, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk terus memperkuat sinergi dan kolaborasi, karena penurunan stunting tidak dapat dilakukan sendiri, melainkan harus menjadi gerakan bersama demi masa depan generasi Sulawesi Tengah.(*)
biro adpim
