PALU, trustsulteng.com – Pegiat anti korupsi Sulteng, Anwar Hakim, menilai sangat mustahil sebuah perusahaan sawit yang sudah tumbuh selama 17 tahun diatas tanah negara, bermodalkan izin lokasi (inlok) baru mengusahakan mengurus Hak Guna Usaha (HGU).
Perpanjangan inlok nya pun terindikasi cacat hukum, karena diperpanjang penjabat Bupati Morowali Utara.
Itulah fakta selama ini terjadi di PT. ANA, telah beroperasi di Kabupaten Morowali Utara, Sulteng, menguasai lahan negara 7200 hektar.
“Bahwa mana mungkin ada satu perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sudah tumbuh sawit diatas tanah negara kurang lebih 17 thn dikeluarkan inlok dan akan diterbitkan HGU nya. HGU PT ANA, akan berat diterbitkan oleh ATR/BPN. Terkecuali kita sudah sepakat bahwa di NKRI tidak berlaku asas duo process of law,” tegas Anwar Hakim, Jumat 8 September 2023.
Mestinya lanjut Anwar, sejak awal berkebun dengan luasan kurang lebih 19.000 hektar, sudah harus ada HGU-nya, baru menanam tumbuhan kelapa sawitnya.
Apalagi lokasinya cukup luas. Selain itu keberadaannya spot-spot dan diduga sebagian besar lahan masyarakat yang dicaplok. Maka sangat wajar jika muncul konflik agraria.
Gubernur Sulteng Rusdy Mastura, akan mengeluarkan rekomendasi pelepasan lahan sekitar 941 hektare, dikelola PT Agro Nusa Abadi (ANA) di Kabupaten Morowali Utara, selanjutnya akan diberikan kepada masyarakat di dua desa, yakni Desa Bungintimbe dan Desa Bunta.
Anwar menilai, surat yang akan dikeluarkan Gubernur Sulteng, H. Rusdy Mastura adalah sangat tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 138 tahun 2015 dan PP 40 tahun 96.
Sebelumnya Kepala UPT Balai Perbenihan Tanaman Perkebunan di Dinas Perkebunan dan Peternakan Sulteng, Haikal Toramai, mengatakan perpanjangan izin lokasi (Inlok) PT.Agro Nusa Abadi (ANA) cacat hukum. Sehingga keberadaannya ilegal.
“Pasalnya yang memberikan perpanjangan Inlok ketika itu Penjabat Bupati Morut, Haris Rengga (almarhum). Sementara selaku pelaksana tugas bupati tidak dapat dibenarkan mengambil tindakan atau kebijakan strategis, karena bukan kewenangannya,” jelas Haikal, seperti dikutip di media dedline news.com
Haikal mengatakan, mengapa PT ANA tidak dapat diberikan hak guna usaha (HGU), karena lahan perkebunannya bermasalah dengan masyarakat setempat. Keberadaan lokasinya spot-spot, sehingga tidak ada yang dapat dijadikan dasar untuk penerbitan HGU.
“Hal ini sudah pernah kita lakukan pertemuan antara Dinas Perkebunan, Kepala kantor wilayah ATR/Badan Pertanahan Nasional (BPN) sulteng, pihak PT.ANA yang dipimpin ketika itu Plh Sekda Muliyono untuk membicarakan rekomendasi soal usulan HGU PT.ANA. Tapi karena lahan kebun sawit PT.ANA tidak memenuhi syarat untuk diberikan rekomendasi penerbitan HGU, sehingga hasil rapat ketika itu meminta manajemen PT.ANA menyelesaikan dulu persoalannya dengan masyarakat setempat,” terang Haikal.
Menurut Haikal, awal pembukaan lahan sawit PT.ANA sudah muncul sengketa lahan dengan masyarakat, karena SKPT yang dikeluarkan kepala desa tumpang tindih. Waktu itu PT.ANA masih dalam wilayah Kabupaten Morowali dengan luasan kurang lebih 19.000 hektar.
Saat pemekaran kabupaten Morowali dengan Morowali Utara, lahan PT. ANA diciutkan menjadi 7200 hektar. Dan masuk dalam wilayah Morowali Utara. Namun masih terus berkonflik dengan warga dan lokasinya masih spot-spot. Ada yang kosong ditengah, itulah yang mereka ajukan untuk diberikan HGU. Dan dipersyaratkan 20 persen plasma dari kebun inti.
Tapi pihak PT.ANA tidak menyanggupinya, sehingga mereka siasati dengan koperasi.
Inti-plasma adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar sebagai inti membina dan mengembangkan usaha kecil yang menjadi plasma dalam penyediaan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha, produksi, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi.
Perkebunan kelapa sawit plasma adalah perkebunan rakyat yang dalam pengembangannya diintegrasikan pada PBS maupun PBN. Sebagaimana tertuang dalam Permentan nomor 26 tahun 2007, PBS dan PBN diwajibkan membangun kebun plasma seluas 20% dari total konsesi lahan Inti.
Menyikapi konflik agraria antara masyarakat dengan PT. ANA tenaga ahli gubernur bidang kemasyarakatan hubungan antar lembaga dan hak asasi manusia M. Ridha Saleh melalukan mediasi.
Dalam pertemuan mediasi Rabu siang (6/9), diwarnai perdebatan yang sangat alot dengan menghasilkan 6 rekomendasi.
Hadir dalam rapat mediasi itu Kabid 4 Kanwil ATR/BPN Firman, salah seorang Camat dari Morut dan dua perwakilan kepala desa yakni Kepala Desa Bungintimbe dan Desa Bunta, pihak dinas perkebunan dan peternakan sulteng dan pihak terkait lainnya.
Tim legal PT ANA, Teguh Ali dihadapan TA Gubernur meminta tidak disebutkan PT. ANA tidak memiliki HGU, tapi diperhalus sedang mengurus HGU.
Saat ini Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah sedang melakukan penyelidikan soal dugaan ilegalnya konsensi lahan PT ANA, termasuk dugaan korupsi yang ditimbulkan sejak 17 tahun mengelola perkebunan sawit, sebagai bagian Goup Astra Agro Lestari. ***
YLB