Oleh; Frans Manurung SH
Pemerintah tidak perlu bersikap grusa grusu menangani Proyek Rempang Eco-City, Batam. Tindakan grusa grusu, biasanya akan berakhir dengan rasa malu. Kalau memang benar tanah di pulau Rempang dibutuhkan untuk pembangunan, semestinya pemerintah menempuh mekanisme, tahapan dan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Dua bulan lalu, tepatnya tanggal 25 Juli 2023, Presiden telah mengundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2023 tsb mengatur secara detail proses dan tata cara Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum diselenggarakan melalui tahapan :
(i) perencanaan (ii) persiapan (iii) pelaksanaan dan (iv) penyerahan hasil.
Pihak yang Berhak yaitu warga masyarakat Rempang yang menguasai atau memiliki obyek pengadaan tanah tidak boleh dipaksa. Mereka boleh menolak dan tidak harus setuju terhadap argumentasi pemerintah. Warga yang tidak setuju dapat menempuh proses hukum melalui Pengadilan Negeri hingga ke Mahkamah Agung.
Kedaulatan rakyat – dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat – tidak hanya berlaku dalam kegiatan Pemilu tetapi juga berlaku terhadap bumi, air dan kekayaan alam lainnya. Artinya, rakyatlah yang berdaulat terhadap bumi, air dan kekayaan alam Indonesia.
Negara tidak memiliki tanah, tetapi rakyatlah yg secara kolektif melalui UUD 1945 memberi hak menguasai kepada negara sebagai organisasi tertinggi untuk mengatur dan mengurus tanah untuk kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya. Hak menguasai itu berkorelasi secara positif dengan kemakmuran rakyat sebagai tujuan.
Bung Hatta, arsitek pasal 33 UUD 1945 saat menyampaikan pidato dalam rapat persiapan kemerdekaan berulangkali mengingatkan bahwa pasal 33 ayat 3 UUD 1945 tentang hak menguasai negara untuk kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya adalah hukum demokrasi ekonomi yang merupakan pesan konstitusi dan pesan moral kerakyatan yang harus selalu dipegang teguh.
Dalam perspektif pidato bung Hatta, tragedi Rempang tidak mungkin terjadi bila pesan konstitusi dan pesan moral kerakyatan yang dikandung dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 ada dalam sanubari “dorang” penguasa.**