Oleh: H. Sofyan Farid Lembah SH. M.Hum
Kamis pagi jelang tengah hari, kota Ampana diguncang gempa tektonik yang terasa sangat hingga ke kota Poso. Rapat koordinasi dengan Pimpinan BAWASLU kabupaten Poso langsung jedah. Dan kami berhamburan keluar ke halaman. Mobil diparkiran bergoyang cukup lama. Ini menandakan gempa cukup kuat dan lama berayun.
Trauma gempa terus membayangi pikiran. Usai rapat koordinasi, saya putuskan mengakhiri monitoring untuk kembali ke Palu. Apa sebab? Besok hari Jum’at. Saat semua harus kembali berkumpul bersama dengan keluarga. Gempa 28.9.19, Pasigala masih terbayang. Hari itu hari Jum’at.
Jujur, gempa sedikit banyak mempengaruhi perilaku. Hidup tak boleh sombong dan menyimpang terlebih bila ada kekuasaan digenggam. Lord Acton telah mengingatkan dalam sejarah terkadang manusia sering menyalahgunakan kekuasaan. Bahasanya, Power tends to Corrupt. Beliau mencontohkan, bahasa sombong Louis XIV, L’etat Ces Moi.
NEGARA ADALAH SAYA. Bahkan yang paling ekstrim Namrudz dan Fir’aun menisbatkan dirinya dengan kekuasaan yang dimiliki bukan hanya sebagai Raja tapi juga sebagai Tuhan yang harus disembah. Aku bisa menghidupkan dan juga mematikan siapa saja. Sejarah mencatat akhir hidup mereka berakhir tragis.
Selepas Jum’at, duduk bersama minum kopi pahit panas. Harapan sambil menyantap kue Tetu begitu sedapnya. Kue Tetu? Iya, kue khas cita rasa manis bersantan dalam kemasan daun pandan seperti bentuk perahu. Membayangkan seperti tak ada kue Tetu di lembah Palu ini yang selezat racikan orang Tavaili. Hmm lezzatto!!!
Bila habis tiga buah maka yang ke empat biasa kami teriakan Vose!! Persis seperti orang bersemangat mendayung perahu. Almarhum Hasan Bahasoan budayawan Tanah Kaili mengabadikan sebuah lagu berjudul Vose Sakaya yang sangat melegenda. Beliau tak tahu bila kemudian lagunya itu menginspirasi konfigurasi politik kekuasaan. Vose Sakaya!!!, Siapa tidak bersama dalam Sakaya, Selamat Jalan.
Alhamdulillah, kopi panas sore itu menyadarkan sebaiknya tak boleh sombong mengatakan saya yang berhak mengatur semua. Sesungguhnya Allah Maha Mengatur.
Sore itu pula menyadarkan bagaimana sepantasnya berperilaku menaikkan iman dan imun sekaligus. Perilaku yang bisa melindungi orang banyak bukan membahayakan khalayak. Allah Maha Melindungi.
Sore itu menyadarkan pula bahwa kekuasaan itu tak kekal punya batas waktu dan dia bisa berakhir sewaktu waktu. Kapan saja bergantung kehendak pemilik kekuasaan sejati. Allah Maha Berkehendak.
Mendatangi orang-orang bijak dan ulama sejati sangatlah penting. Mendengarkan nasehat dan meminta fatwa mereka akan melapangkan jalan kekuasaan pada fitrahnya. Jangan sampai ajal menjemput karena sesungguhnya kematian itu adalah nasehat terbaik.
Kabonena Palu, 27 Agustus 2021