Oleh Yusrin L. Banna
Hakim Pengadilan Negeri Klas 1 A PHI/Tipikor/Palu menggelar sidang perkara dugaan korupsi pembebasan tanah Pembuatan Jembatan V Lalove berlokasi di Jalan Anoa II Kelurahan Tatura Selatan, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, merugikan Negara Rp2,4 miliar, (27/7).
Dengan terdakwa 3 org, yakni mantan Kadis Penataan Ruang dan Pertanahan Kota Palu, Dharma Gunawan, pemilik tanah Ni Nyoman Rai Rahayu, dan Fadel, Kebid Pertanahan pada Dinas PRP Kota Palu. Ketiganya ditahan. Hakim kembali memperpanjang penahanan mereka.
Majelis Hakim diketuai Muhammad Djamir.
Mengutip berita Media Alkhairaat online,
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Erwin Juma mengurai tuntutan kepada ketiga terdakwa. Bahwa Dinas Penataan Ruang dan Pertanahan Kota Palu mengalokasikan anggaran untuk kegiatan Pembebasan Tanah Pembuatan Jembatan, berlokasi di Jalan Anoa II Kelurahan Tatura Selatan Kecamatan Palu Selatan Kota Palu dengan jumlah anggaran Rp10.5 miliar bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Palu.
“Dinas Pekerjaan Umum Kota Palu bersama dengan Dinas Penataan Ruang dan Pertanahan Kota Palu melakukan inventarisasi dan identifikasi lahan warga akan dibebaskan yaitu 2 meter pada sisi kiri dan 2 meter pada sisi kanan di Jalan Anoa II, ” Urai Erwin.
Erwin mengatakan, dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum pelebaran Jalan Anoa II sebagai akses jalan masuk menuju Jembatan Palu V tersebut, terdapat salah seorang warga calon penerima ganti rugi terdakwa Ni Nyoman Rai Rahayu, memiliki sertifikat tanah hak milik nomor : 1603, seluas 349 M2, diatas tanah tersebut berdiri bangunan rumah 286,25 M2
“Terdakwa Ni Nyoman Rai Rahayu menyetujui atas kegiatan ganti rugi pengadaan tanah tersebut namun dengan ketentuan bukan hanya sebatas dua meter dari badan jalan saja dibebaskan, melainkan seluruh luas tanah dan rumah berdiri diatas tanah tersebut juga dibebaskan,” katanya.
“Terhadap keinginan terdakwa Ni Nyoman Rai Rahayu, Fadel menyarankan agar Ni Nyoman Rahayu menghadap terdakwa Dharma Gunawan Mochtar selaku Kepala Dinas Penataan Ruang dan Pertanahan Kota Palu, ” sebutnya.
Lebih lanjut kata Erwin, terdakwa Dharma Gunawan Mochtar menyampaikan kepada Ni Nyoman Rahayu membuat surat permohonan dan surat Pernyataan untuk permohonan pembebasan tanah dan bangunan secara tertulis, ditujukan kepada Dinas Penataan Ruang dan Pertanahan Kota Palu.
Terdakwa Dharma Gunawan Mochtar menyarankan kepada terdakwa Ni Nyoman Rai Rahayu agar dalam suratnya memuat bahwa di Jalan Anoa II itu akan ada perubahan Garis Sempadan Bangunan (GSB) dimana setelah pelebaran jalan posisi bangunan jalan sudah dekat dengan Jalanan.
Selanjutnya, kata Erwin , terdakwa Dharma Gunawan Mochtar menyampaikan kepada terdakwa Fadel selaku Kepala Bidang Pertanahan agar membuat konsep surat permohonan tersebut.
Selain mengirimkan surat permohonan tersebut, terdakwa NI Nyoman Rai Rahayu juga membuat surat pernyataan, intinya bersedia untuk dibebaskan dua meter dengan syarat harus dibebaskan secara keseluruhan baik tanah maupun bangunan.
“Dan jika dibebaskan hanya dua meter, dia tidak setuju, ” katanya.
Erwin mengatakan, terdakwa Dharma Gunawan Mochtar, pada pokoknya memberikan persetujuan atas permohonan dari terdakwa Ni Nyoman Rai Rahayu tersebut, dilakukan pembayaran secara keseluruhan.
Hasil penilaian harga tanah oleh Lembaga Penilai Indonesia (Apresial) atas nilai ganti rugi terkait pembebasan tanah lokasi di Jalan Anoa II Nomor 4 nomor bidang 50 untuk Akses Jembatan Palu V seluas 30 m2
milik terdakwa Ni Nyoman Rai Rahayu Rp4 juta/m2.
“Nilai penggantian wajar tanah milik terdakwa Ni Nyoman Rai Rahayu seluas 30 m2 Rp 142,4 juta dengan rincian, jumlah kerugian fisik Rp130, 9 juta, non fisik Rp9, 682 juta, bunga masa tunggu 1,31 persen Rp1. 845 juta, ” katanya.
Selanjutnya, nilai penggantian wajar tanah dengan nomor bidang 50 atas nama terdakwa NI Nyoman Rai Rahayu Rp2, 485 miliar dengan rincian jumlah kerugian fisik Nilai Tanah 349 m2 senilai Rp1, 396 miliar, Nilai Bangunan 286.25 m2, senilai Rp447,3 juta , totalnya Rp1,843 miliar. kerugian non fisik Rp610Rp610. 4 juta, bunga masa tunggu 1,31 persen Rp32, 1 juta.
Selanjutnya, 28 Desember 2018, terdakwa Ni Nyoman Rai Rahayu menerima pembayaran Rp2,485 miliar atas ganti rugi tanah dengan luas tanah 349 m2 beserta bangunan seluas 286,25 m2.
Atas perbuatan terdakwa tersebut telah merugikan keuangan Negara Rp2, 485 miliar.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Subsidair, diancam pidana Pasal 3 Undang – Undang RI Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atas dakwaan tersebut, terdakwa Ni Nyoman Rai Rahayu akan mengajukan keberatan (eksepsi), sementara dua terdakwa Dharma Gunawan Mochtar dan Fadel menerimanya.
Sidang selanjutnya diagendakan Selasa 10 Agustus 2021, dengan agenda eksepsi dari terdakwa Ni Nyoman Rai Rahayu.
Mencermati uraian dakwaan jaksa kepada ketiga terdakwa, penulis sedikit kaget. Sebab jauh hari sebelum digelar sidang, sejumlah keterangan sudah mengemuka. Bahwa kasus ini sangat riskan jika dilanjutkan. Sebab tuduhan kerugian negaranya hampir dipastikan tidak ada. Seolah kasus ini dipaksakan. Sebab mekanisme pembebasan lahan sesuai aturan. Lahan tambahan yang dibebaskan pemkot melalui dinas teknis masih ada bersama bangunannya. “Dimana negara dirugikan. Hasil pembebasan lahan ada dan bisa dimanfaatkan,” kata sumber media Trustsulteng.com