Oleh: Frans Manurung
Kehadiran pasukan khusus (special task force) jadi hal wajib di hampir semua film action terutama yang bergenre penegakan hukum dan kamtibmas. Entah jadi pemeran utama atau pendukung, anggota pasukan khusus dengan berbagai skill dan senjata keren akan selalu muncul dalam berbagai plot cerita action dengan tampilan yang memukau. Tentu, imajinasi penonton terhadap pasukan khusus dalam cerita film berbeda dengan realita dalam dunia nyata.
Baru-baru ini, kita disuguhi berita panas di banyak media tentang special task force Polri yang populer sebutan Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Merah Putih. Satgassus diisukan terlibat dalam operasi senyap distruction of justice kasus Duren Tiga. Lalu, disusul dgn isu “303” dan “kekaisaran” Sambo Saking panasnya, Satgassus ini mendadak dibubarkan oleh Kapolri Jenderal Lystio Sigit Prabowo pada tanggal 11 Agustus 2022 lalu.
Pembubaran ini disebabkan a.l gencarnya tuntutan masyarakat karena ada kekhawatiran terhadap potensi penyalahgunaan kewenangan Satgassus untuk mengaburkan dan/atau menutupi kasus Duren Tiga, meskipun – menurut Kapolri – alasan pembubaran adalah demi untuk efektivitas kinerja organisasi (Kompas.com 12/8-2022).
Satgassus Merah Putih adalah Task Force Polri yang non struktural di korps “elit” Bhayangkara. Dibentuk pertama kali oleh Kapolri jenderal Tito Karnavian berdasarkan Surat Perintah (Sprin) Nomor Sprin/681/III/HUK.6.6/2019 tgl 6 Maret 2019 . Tugas utama Satgassus adalah melaksanakan tugas kepolisian di bidang penyelidikan dan penyidikan tindak pidana yang menjadi atensi pimpinan di wilayah Indonesia dan Luar Negeri. Kasatgassus yang pertama kali memimpin adalah Komjen Idham Aziz, yang pada waktu itu menduduki jabatan struktural Kabareskrim Polri (2019 – 2020). Setelah Komjen Idham Aziz diangkat menjadi Kapolri, komando diserahkan kepada Brigjen Ferdy Sambo, Dirtipidum Bareskrim saat itu, berdasarkan Surat Perintah Nomor : Sprin/1246/V.HUK.6.6/2020 tanggal 20 Maret 2020. Brigjen Ferdy Sambo – lah Kasatgassus kedua dan terakhir (2020 – 2022), pemegang komando hingga diberhentikan dari jabatan Kadivpropam Polri, sebulan lalu.
Satgassus Merah Putih yang dikomandani Brigjen Ferdy Sambo ini, bukan sembarang satgas atau satgas “ecek-ecek”. Anggotanya berjumlah 369 (tiga ratus enam puluh sembilan) personil, tersebar Mabes, Polda dan Polres, dari Sabang hingga Merauke. 24 (dua puluh empat) diantaranya menyandang pangkat jenderal, terdiri dari 1 (satu) jenderal bintang empat sebagai Pelindung, 4 (empat) komisaris jenderal dan 10 (sepuluh) inspektur jenderal sebagai Penasehat, dan 9 (sembilan) brigadir jenderal sebagai anggota penugasan. Selebihnya, berpangkat komisaris besar kebawah hingga brigadir.
Selain itu, kewenangannya pun – penyelidikan dan penyidikan – sangat luas dan “hampir tak berbatas”. Sebab, meliputi pada semua jenis tindak pidana yang menjadi “atensi” pimpinan yaitu Kapolri.
Lalu, siapakah yang berwenang memberi tafsir terhadap diksi “atensi” dalam sprin tsb ; siapa pula yang berwenang menentukan kriteria dari tindak pidana “atensi” dan dimanakah batas pinggirnya.
Kewenangan Satgassus Merah Putih yg “hampir tak berbatas” mengingatkan kita pada ungkapan yang ditulis oleh Lord Acton, sejarawan Inggris (1834 – 1902), “Power tends to corrupt, and absolute power corrupst absolutely”. Kekuasaan itu cenderung korupsi, dan kekuasaan yang tak terbatas pastilah korupsi.
Kalau begitu…. ahh janganlah !!